Senin, 17 November 2008

Film Pengaruhi Psikologi Anak

Perkembangan Mental dan Jiwa Bisa Terganggu
Sebagai orang tua kita perlu memilah dan memilih tontonan atau bacaan untuk putra-putri kesayangan agar pertumbuhan psikologi mereka baik. Betapa tidak, saat ini berbagai media elektronik dan buku bacaan yang masuk di Indonesia, khususnya di Jambi semakin beragam. Tidak sedikit pula akan berdampak negatif pada anak-anak kita. Seperti banyak kejadian tindak kriminal yang dilakukan anak-anak, seperti perkosaan dan penjambretan yang dilakukan anak usia sekolah. Sejatinya, mereka merupakan generasi bangsa yang harus diberi pendidikan layak agar perilaku seperti itu tidak terjadi.

Sebagian mereka mengaku melakukan tindak kejahatan itu karena pengaruh tontonan yang mereka saksikan dari televisi maupun sumber lainnya. Film yang tidak seharusnya mereka lihat itu tertanam dalam memori dan membangkitkan rasa ingin tahu. Sehingga, timbul keinginan mencoba dalam pergaulan sehari-hari. Dokter spesialis kejiwaan RS Theria, Asianto mengatakan, tontonan seperti film kekerasan dan film porno sangat mempengaruhi perkembangan psikologi anak. “Apa yang mereka lihat dari tontonan itu terekam dan sewaktu-waktu mereka praktikkan seperti yang mereka lihat dalam adegan film itu. Dan ini sangat berbahaya bagi si anak itu sendiri karena bisa terjerumus dalam pergaulan yang salah,” terangnya kepada Jambi Independent, kemarin (20/11).
Lebih jauh pria berkulit putih ini menjelaskan, begitu besarnya peran dan daya pikat yang dibuatnya membuat pengaruh televisi sering amat dominan dalam kehidupan anak Anda. Bahkan akibat lebih ekstrim, televisi dianggap anak-anak sebagai panutan, bukan Anda sebagai orang tuanya. Persoalannya kini, sebagai orang tua relakah Anda bila peran Anda diganti televisi? Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di masa datang, sekaligus untuk mengembalikan peran orang tua sebagai panutan dalam keluarga perlu adanya semacam pedoman. Pada dasarnya amat diharapkan agar kepada anak-anak dikembangkan sikap aktif dan kritis dalam menonton tayangan televisi, dan jangan ragu untuk menghubungi stasiun televisi apabila ada program yang disiarkan tidak sesuai atau tidak cocok dengan dunia mereka (anak-anak).
Anak-anak menyaksikan televisi tanpa kontrol dapat dikaitkan dengan meningkatnya kekerasan, perilaku agresif, dan hasil akademik/belajar yang jelek. Selanjutnya, anak-anak di bawah usia empat tahun menghadapi kesulitan dalam membedakan antara fantasi dan kenyataan. Banyak anak-anak dirusak kepekaannya dan mudah bertindak kasar. Ini merupakan salah satu akibat menonton televisi. Menyaksikan televisi sebelum sekolah, dapat menurunkan daya tangkap anak-anak terhadap pelajaran di sekolah. Berita-berita yang disuguhkan televisi, seringkali hanya merupakan katalog tindakan kekerasan yang dapat menyebabkan ketakutan dan kebingungan di antara anak-anak. Terlalu sering menyaksikan kekerasan, menimbulkan perilaku agresif, anak menjadi kurang kooperatif (tidak memiliki sikap kerja sama, red), kurang sensitif kepada yang lain.
Keyakinan kepada anak-anak, segala persoalan hanya dapat "diselesaikan" lewat kekerasan. Anak akan sulit mengekspresikan diri. Apabila sebagian besar waktu anak-anak dihabiskan di depan televisi, dapat dipastikan anak-anak tidak akan mendengarkan bila Anda berbicara kepadanya, anak-anak tidak mau berbicara dengan Anda dan anak- anak sulit mengekspresikan diri. Mereka sering meniru kekerasan “pahlawan televisi” dan perilakunya. Meskipun televisi mengandung sejumlah unsur negatif, ia juga mempunyai segi-segi positifnya.
Televisi dapat menjadi bagian kecil dari keseimbangan hidup anak Anda. Yang penting, anak-anak punya waktu cukup untuk bermain dengan teman-teman dan mainannya, punya waktu cukup untuk membaca cerita dan istirahat/tidur, punya waktu untuk berjalan-jalan dan menikmati makan bersama keluarga. Anak-anak umumnya senang belajar dengan melakukan berbagai hal, baik sendiri maupun dengan Anda.

Tidak ada komentar: